A.
HAM nenurut UUD1945
Hak asasi manusia pada prinsipnya merupakan
hak yang universal, akan tetapi dalam pelaksanaannya di
masing – masing negara disesuaikan dengan kondisi politik dan social budaya
masing – masing negara. Indonesia sebagai negara yang merdeka
dan berdaulat memiliki Ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD
1945 yang menjadi batasan sekaligus berisi pengakuan terhadap hak
asasi manusia. Seberapa jauh nilai – nilai hak asasi manusia terkandung dalam
Pancasila dan UUD 19456 dapat dijadikan barometer Negara Kesatuan
RepublikIndonesia telah mengakuai dan menghargai hak asasi manusia. Hal
ini mengingat Piagam PBB yang memuat pengakuan dan perlindungan HAM
baru lahir pada tahun 1948 sesudah lahirnya NKRI pada tahun 1945. Hubungan
HAM dan UUD 1945 Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada
UUD 1945 sebelum amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak
mengakomodir ketentuan tentang HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih
dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan yang berkaitan dengan
HAM dapat dilihat sebagai berikut :
1)
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa
dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan
kelompok atau warga Negara tertentu.
2)
Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian
pembangunan kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan
untuk sejahtera.
3)
Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan
sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar
ketertinggalan dari bangsa lain.
4)
Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta
kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa
perbedaan.
5)
Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia
adalah Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan
belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum
adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa
UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal
– pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham
golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan
kerakyatan perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Hal ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia
yang menjunjung tinggi HAM serta lebih mengutamakan kepentingan bersama
manusia. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka hubungan HAM dengan UUD 1945
dapat diterjemahkan dalam moral bangsa sebagai berikut:
a)
Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan
hokum, dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun,
perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
b)
Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan
serta beban tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas
dasar persaiangan yang sehat.
c)
Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan
serta batasan – batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental
terhadap anasir dan eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
d)
Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa
yang merdeka yang bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada
hubungan baik antara bangsa – bangsa di dunia. Selanjutnya dalam UUD 1945
terdapat pasal – pasal yang berkaitan dengan masalah – masalah HAM, pasal –
pasal tersebut adalah :
·
Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan,
tanpa ada kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
·
Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
·
Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
·
Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa.
·
Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran.
·
Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan.
·
Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar
dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945
berdasarkan siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas
telah dicantumkan dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J. Dari uraian
tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum, dan batang
tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata lain
secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya
Universal Declaration of Human Right.
PELANGGARAN
HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok termasuk aparat negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang
telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar. Pelanggaran HAM
tergolong berat, baik berupa kejahatan genosida dan kemanusiaan. Sedangkan
pelanggaran selain dari keduanya tergolong ringan. Untuk menyikapi kejahatan
dan pelanggaran HAM, berdasarkan hukum internasional dapat digunakan
retroaktif, diberlakukan pasal tentang kewajiban untuk tunduk pada pembatasan
yang ditetapkan dalam undang-undang, seperti tercantum dalam pasal 28 J ayat 2
UUD 1945. Contoh atau bukti pelanggaran HAM Tragedi Tanjung Priok Tragedi ini
terjadi pada September 1984. Saat itu hampir tengah malam, tiga orang juru
dakwah, Amir Biki, Syarifin Maloko dan M. Nasir berpidato berapi-api di jalan
Sindang Raya, Priok. Mereka menuntut pembebasan empat pemuda jamaah Mushala
As-Sa’adah yang ditangkap petugas Kodim Jakarta Utara. Empat pemuda itu digaruk
tentara karena membakar sepeda motor Sertu Hermanu. Anggota Babinsa Koja
Selatan itu hampir saja dihajar massa jika tak dicegah oleh seorang tokoh
masyarakat di sana. Ketika itu, 7 September 1984, Hermanu melihat poster ”Agar
para wanita memakai pakaian jilbab.’ Dia meminta agar poster itu dicopot. Tapi
para remaja masjid itu menolak. Esoknya Hermanu datang lagi, menghapus poster
itu dengan koran yang dicelup air got. Melihat itu, massa berkerumun, tapi
Hermanu sudah pergi. Maka beredarlah desas-desus ‘ada sersan masuk mushola
tanpa buka sepatu dan mengotorinya.’ Massa rupanya termakan isu itu. Terjadilah
pembakaran sepeda motor itu. Maka, pengurus Musholla pun meminta bantuan Amir
Biki, seorang tokoh di sana agar membebaskan empat pemuda yang ditahan Kodim
itu. Tapi ia gagal, dan berang. Ia lantas mengumpulkan massa di jalan Sindang
Raya dan bersama-sama pembicara lain, menyerang pemerintah. Biki dengan
mengacungkan badik, antara lain mengancam RUU Keormasan. Pembicara lain,
seperti Syarifin Maloko, M. Natsir dan Yayan, mengecam Pancasila dan dominasi
Cina atas perekonomian Indonesia. Di akhir pidatonya yang meledak-ledak, Biki
pun mengancam, ”akan menggerakkan massa bila empat pemuda yang ditahan tidak
dibebaskan.” Ia memberi batas waktu pukul 23.00. Tapi sampai batas waktu itu,
empat pemuda tidak juga dibebaskan. Maka, Biki pun menggerakkan massa. Mereka
dibagi dua; kelompok pertama menyerang Kodim. Kelompok kedua menyerang
toko-toko Cina. Bergeraklah dua sampai tiga ribu massa ke Kodim di jalan Yos
Sudarso, berjarak 1,5 Km dari tempat pengerahan massa. Biki berjalan di depan.
Tapi di tengah jalan, depan Polres Jakarta Utara, mereka dihadang petugas.
Mereka tak mau bubar. Bahkan tak mempedulikan tembakan peringatan. Mereka maju
terus, menurut versi tentara, sambil mengacung-acungkan golok dan celurit.
Masih menurut sumber resmi TNI, Biki kemudian berteriak, Maju…serbu…’ dan massa
pun menghambur. Tembakan muntah menghabiskan banyak sekali nyawa. Biki sendiri
tewas saat itu juga. Keterangan resmi pemerintah korban yang mati hanya 28
orang. Tapi dari pihak korban menyebutkan sekitar tujuh ratus jamaah tewas
dalam tragedi itu. Setelah itu, beberapa tokoh yang dinilai terlibat dalam
peristiwa itu ditangkapi; Qodir Djaelani, Tony Ardy, Mawardi Noor, Oesmany Al
Hamidy. Ceramah-ceramah mereka setahun sebelumnya terkenal keras; menyerang
kristenisasi, penggusuran, Asaa Tunggal Pancasila, Pembatasan Izin Dakwah, KB,
dan dominasi ekonomi oleh Cina. Empat belas jam setelah peristiwa itu,
Pangkopkamtib LB Moerdani didampingi Harmoko sebagai Menpen dan Try Sutrisno
sebagai Pangdam Jaya memberikan penjelasan pers. Saat itu Benny menyatakan
telah terjadi penyerbuan oleh massa Islam di pimpin oleh Biki, Maloko dan M.
Natsir. Sembilan korban tewas dan 53 luka-luka, kata Benny.
A.
PELAKSANAAN HAM
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada
tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa
untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu
penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga
belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang
diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post
Jakarta, Sabtu (23/8). Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi,
politik dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah.
“Pelaksanaan HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena
dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi historis, kata Marzuki,
HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan
dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang
berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam diskusi
dipersoalkan bagaimana sebenarnya posisi pemerintah untuk melaksanakan HAM
secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR itu, di luar negeri bidang-bidang
politik, ekonomi selalu dihubungkan dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau
berisiko demi HAM ini. HAM sudah menyatu,” katanya. Sedangkan di Indonesia, HAM
baru merupakan satu kebijakan belum merupakan bagian dari sendi-sendi dasar
dari kehidupan berbangsa. Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi
faktor integrasi atau pemersatu bangsa. Marzuki menganalogikan pelaksanaan HAM
di Indonesia dengan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun
lalu. Lingkungan hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang
sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah. “Saat ini,
lingkungan hidup sudah menjadi kesadaran nasional,” katanya. Masalah lingkungan
hidup tidak hanya menjadi kebijakan nasional namun sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan. “Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh
oleh HAM,” katanya.
B.
Konstelasi politik
Kondisi HAM di Indonesia menghadapi dua hal dinamis yang
terjadi yaitu realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta
kondisi politik. Soal hubungan Komnas HAM dengan pemerintah, Marzuki
mengatakan, bagian terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada
pemerintah daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang
konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti Kasus
Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap gambaran
masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,” katanya. Marzuki
mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa rekomendasi Komnas HAM tidak
dilaksanakan oleh pemerintah. “Kondisi ideal HAM adalah kondisi demokratis,”
kata Marzuki. Kesadaran akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada
pembaharuan politik. Dalam beberapa persoalan Marzuki melihat sikap kalangan
pemerintah maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang
terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar tentang
Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai, namun
yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah Megawati Soekarnoputri
konstitusional. Dia mengedepankan persoalan HAM di Indonesia dengan satu contoh
yakni penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang
menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak terutama
dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan oleh masyarakat
menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh HAM, seseorang digambarkan
dengan istilah-istilah,” katanya. Komnas HAM sebenarnya menganut prinsip HAM
universal dengan dasar Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai
falsafah politik dan konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus
disesuaikan dengan nilai budaya yang berlaku,” katanya. Namun kurangnya
pemahaman HAM atau karena kepentingan politik seringkali disebut-sebut “HAM di
Indonesia sebagai HAM yang khas yang berbeda dengan HAM universal”. “Itu tidak
benar. Tidak berarti kita punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda
ASEAN tersebut. Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam
masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari HAM khas
Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,” katanya. Marzuki menilai
persoalan antara HAM universal dan HAM kultural malah menjadi perdebatan semu.
Padahal sebenarnya itu hanya merupakan mekanisme defensif untuk menghadapi
tekanan luar.
C.
Penjabaran Hak Azasi Manusia
Dalam UUD 1945
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang
sejak jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai dengan datangnya bangsa
asing yang menjajah serta menguasai segala aspek kehidupan yang ada pada
bangsa Indonesia tercinta ini. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa
yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui proses yang cukup
panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang
didalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat istiadat yang
beraneka ragam, memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu
kepulauan wilayah nusantara Indonesia. Konsekuensinya bangsa Indonesia adalah
bangsa yang beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan
yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya
untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada
suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama
untuk mewujudkan tujuan bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara
lain dalam kehidupan pemerintah negara, politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena
itu dalam kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan
untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan karena hal itu
merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam
kehidupan bersama. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti terkandung nilai bahwa nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme religius yaitu nasionalisme yang bermoral
Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistic yang menjunjung tingggi
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan, menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia, menghargai hak dan martabat tanpa membedakan suku, ras,
keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai
antar sesama, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia serta
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai nasionalisme tersebut
harus tercermin dalam segala aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam era
reformasi dewasa ini. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama
dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia terutama hak-hak kodrat manusia sebagai
hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi,
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur harus memiliki visi serta
pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing ditengah-tengah
masyarakat internasional, dengan kata lain bangsa ini harus memiliki
nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan
melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran
berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa. Bangsa Indonesia
dalam hidup bernegara harus memiliki suatu pandangan hidup bersama yang
bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya. Dengan pandangan
hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan
yang akan dicapainya. Dengan suatu pandangan hidup yang diyakininya bangsa
Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya
secara tepat sehingga tidak terombang ambing dalam menghadapi persoalan
tersebut. Dengan suatu pandangan hidup yang jelas maka bangsa Indonesia
memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai
masalah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan seta
persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju tanpa terjadinya pelanggaran-pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia ( H A M ).
D.
Hak Asasi Manusia dan Permasalahannya dan Permasalahnnya
Hak-hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta
konseptual tidak lahir mendadak sebagaimana kita lihat dalam “Universal
Declaration of Human Right” 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang
cukup panjang dalam peradaban sejarah manusia. Dari prespektif sejarah
deklarasi yang ditanda tangani oleh Majelis Umum PBB tersebut dihayati sebagai
suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik khususnya yang tergabung
dalam PBB. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia sebelum telah muncul
ditengah-tengah masyarakat umat manusia, baik dibarat maupun ditimur kendatipun
upaya tersebut masih bersifat lokal, partial dan sporadikal. Pada zaman Yunani
Kuno Plato (428 – 348) telah memaklumkan kepada warga polisnya bahwa
kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak
dan kewajibannya masing-masing. Dalam akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan
serta penghormatan tentang hak-hak asasi manusia telah mulai berkembang,
misalnya dalam masyarakat jawa telah dikenal dengan istilah “Hak Pepe” yaitu
hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa seperti hak mengemukakan
pendapat walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa. Puncak
perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika “Human
Right” dirumuskan untuk pertama kalinya secara resmi dalam “Declaration of
Indepedence” Amerika Serikat pada tahun 1776. Dalam deklarasi Amerika Serikat
tertanggal 4 Juli 1776 tersebut dinyatakan bahwa seluruh umat manusia
dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa beberapa hak yang tetap dan melekat
padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia secara resmi kemudian menjdai pokok
konstitusi Negara Amerika Serikat pada tahun 1781 yang mulai berlaku pada
tanggal 4 Maret 1789. Perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut sebenarnya
telah diawali Perancis sejak Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam
Revolusi Perancis pada tahun 1780 yang berhasil menetapkan hak-hak asasi
manusia dalam “Declaration des Droits L’Homme et du Citoyen” yang kemudian di
tetapkan oleh “Assemblee Nationale” Perancis dan pada tahun 1791 berikutnya
dimasukan kedalam Constitution. (Van Asbek dalam Purbopranoto 1976 : 18).
Semboyan Revolusi Perancis yang terkenal yaitu : Liberte (kemerdekaan) Egalite
(kesamarataan) Fraternite (kerukunan atau persaudaraan). Maka menurut
konstitusi Perancis yang dimaksud hak-hak asasi manusia adalah hak hak yang
dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dengan
hakikatnya. Dalam rangka konseptualisasi dan reiterpretasi terhadap hak-hak
asasi manusia yang mencakup bidang-bidang yang lebih luas, Franklin Droosevelt
(Presiden Amerika pada permulaan abad ke 20) memformlasikan empat macam hak-hak
asasi dan hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi dari Declaration of Human
Right 1948 yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms” yaitu : Freedom of
Speech (kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat) Freedom of
Religion (kebebasan beragama) Freedom from Fear (kebebasan dari rasa ketakutan)
Freedom from Want (kebebasan dari kemlaratan) Terhadap deklarasi sedunia
tentang hak-hak asasi manusia PBB tersebut bangsa bangsa sedunia melalui
wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis formal
walaupun realisasinya juga disesuaikan dengan kondisi serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penjabaran Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan
filosofis tentang manusia yang melatarbelakanginya. Menurut Pancasila sebagai
dasar dari bangsa Indonesia hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga,
kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan dan makhluk pribadi, adapun sifat
kodratnya sebagai mahluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah
maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia
tersebut. Konseksuensinya dalam realisasinya maka hak asasi manusia senantiasa
memilik hubungan yang korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat
manusia sebaga individu dan mahluk sosial. Dalam rentangan berdirinya bangsa
dan negara Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi Universal
hak-hak asasi manusia PBB , karena Pembukaan UUD 1945 dan pasasl-pasalnya
diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1945 , adapun Deklarasi PBB pada tahun
1948. Hal itu merupakan fakta pada dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum
tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia oleh PBB, telah mengangkat
hak-hak asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan bernegara yang tertuang
dalam UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh para pendiri negara,
misalnya pernyataan Moh. Hatta dalam sidang BPUPKI sebagai berikut : “Walaupun
yang dibentuk itu Negara kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa
hak dari warga Negara agar jangan sampai timbul negara kekuasaan (Machsstaat
atau negara penindas)”. Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya termuat
dalam naskah Pembukaan UUD 1945, dan Pembukaan UUD 1945 inilah yang merupakan
sumber normativ bagi hukum positif Indonesia terutama penjabaran dalam pasal
pasal UUD 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kesatu dinyatakan bahwa
“Kemerdekaan ialah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan tersebut terkandung
pengakuan secara yuridis hak asasi manusia tentang kemerdekaan sebagaimana
tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal I. Dasar
filosofi hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah kebebasan individualis,
malainkan menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial)
sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi
manusia .Kata-kata berikutnya adalah pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945,
sebagai berikut : “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong
oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Penyataan tentang “
atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” mengandung arti bahwa dalam
deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan manusia yang berketuhanan Yang
Maha Esa, dan diteruskan dengan kata “…supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas…” dalam pengertian bangsa maka bangsa Indonesia mengakui hak-hak asasi
manusia untuk memeluk agama sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, dan dalam pasal UUD 1945 dijabarkan dalam
pasal 29 ayat (2) yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu. Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat
bahwa Negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama bertujuan untuk
melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak
asasinya. Adapun tujuan negara yang merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir
(never ending goal) adalah sebagai berikut : Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk memajukan kesejahteraan
umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan Negara
Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal maupun material tersebut
mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh
warganya dengan suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasi
manusia demi untuk kesejahteraan hidup bersama. Berdasarkan pada tujuan Negara
sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara Indonesia menjamin
dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan
kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah, antaralain berkaitan
dengan hak-hak asasi di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan,
pendidikan, dan agama. Berikut merupakan rincian dari hak-hak asasi manusia
yang terdapat dalam pasal pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
HAK ASASI
MANUSIA MENURUT PASAL 28
1)
Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2)
Pasal 28B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3)
Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.
4)
Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
5)
Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
6)
Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
7)
Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan
yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.
8)
Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. (2) Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memeperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (4) Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
9)
Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang
berhak atas bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu. (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
di hormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. (4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara terutama pemerintah. (5) Untuk menegakan dan
melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.
10) Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Pelaksanaan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia Dalam
perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusisa di Indonesia mengalami kemajuan, antara lain sejak
kekuasaan rezim Soeharto telah dibentuk KOMNAS HAM walaupun pada kenyataan
pelaksanaannya tidak optimal. Dalam proses reformasi dewasa ini terutama akan
perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan tema sentral.
Oleh karena itu jaminan hak hak asasi manusia sebagaimana terkandung dalam UUD
1945 menjadi semakin efektif terutama dengan diwujudkannya UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Konsiderans dan Ketentuan Umum pasal I
dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaban manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan
merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Selain hak asasi manusia, didalam UU
No. 39 Tahun 1999 juga terkandung Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat
kewajiban yang apa bila tidak dilaksanakan maka tidak memungkinkan terlaksana
dan tegaknya hak asasi manusia. UU No. 39 Tahun 1999 tersebut terdiri atas 105
pasal yang meliputi macam hukum asasi, perlindungan hak asasi, pembatasan
terhadap kewenangan pemerintah serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga
pelaksana atas perlindungan hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia
tersebut meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam
pemerintahan, hak wanita dan hak anak-anak. Demi tegaknya asasi setiap orang
maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antaralain kewajiban menghormati hak
asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakan, serta memajukan
hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional yang diterima oleh negara Republik Indonesia. Dengan
diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 tersebut bangsa Indonesia telah masuk pada
era baru terutama dalam menegakan masyarakat yang demokratis yang melindungi
hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering pelaksanaannya mengalami kendala
yaitu dilema antara penegakan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak
konsisiten maka akan merugikan bangsa Indonesia sendiri, konseksuensinya
pengaturan atas jaminan hak–hak asasi manusia tersebut harus di ikuti dengan
pelaksanaan serta jaminan hukum yang memadai. Untuk lebih rinci atas
pelaksanaan dan penegakan hak-hak asasi manusia tersebut diatur dalam UU
No. 9 Tahun 1999. Satu kasus yang cukup penting bagi bangsa Indonesia dalam
menegakan hak-hak asasi manusia adalah dengan dilaksanakannya Pengadilan Ad Hoc
atas pelanggar hak-hak asasi manusia di Jakarta dan atas pelanggaran hak-hak
asasi manusia di Timor Timur. Hal ini menunjukan kepada masyarakat
internasional bahwa bangsa Indonesia memiliki komitmen atas penegakan hak-hak
asasi manusia. Memang pelaksanaan Pengadilan Ad Hoc atas pelanggaran hak-hak
asasi manusia di Timor Timur tersebut penuh dengan kepentingan kepentingan politik,
disatu pihak pelaksanaan pengadilan Ad Hoc terssebut atas desakan PBB yang
taruhannya adalah nasib dan kredibilitas bangsa Indonesia dimata internasional
dan dilain pihak perbenturan kepentingan antara penegakan hak-hak asasi manusia
dengan kepentingan nasional serta nasionalisme sebagai bangsa Indonesia yang
dalam kenyataannya mereka-mereka yang dituduh telah melanggar HAM berat di
Timor Timur pada hakikatnya berjuang demi kepentingan bangsa dan negara.
Terlepas dari berbagai macam kelebihan dan kekurangannya bagi kita merupakan
suatu kemajuan yang sangat berarti karena bangsa Indonesia memiliki komitmen
yang tinggi atas jaminan serta penegakan atas Hak Asasi Manusia (HAM). Hak
Asasi Manusia Dalam Amandemen UUD 1945 Indonesia memiliki konstitusi dasar yang
disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Semenjak masa reformasi
hingga sekarang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami amandemen atau
perubahan sebanyak empat kali yaitu :
1.
Perubahan Pertama, disahkan 19 Oktober 1999
2.
Perubahan Kedua, disahkan 18 Agustus 2000
3.
Perubahan Ketiga, disahkan 10 November 2001
4.
PerubahanKeempat, disahkan 10 Agustus 2002
Bagaimanapun, amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata
sempurna. Masih banyak problem kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam
UUD, namun tidak/belum dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya, barangkali terdapat
beberapa poin yang mustinya tidak dimasukkan, tetapi dimasukkan dalam UUD.
Salah satu poin penting yang terdapat dalam amandemen UUD 1945 adalah mengenai
hak asasi manusia yang merupakan hak dasar yang melekat pada manusia sebagai
insan ciptaan Tuhan yang dimiliki menurut kodratnya dan tidak dapat dipisahkan
dari hakikatnya yang bersifat luhur dan suci. UUD 1945 bukanlah sekedar
cita-cita atau dokumen bernegara, akan tetapi ia harus diwujudnyatakan dalam
berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Misalnya, kenyataan masih seringnya
pelanggaran HAM terjadi di negeri ini, antara lain; kasus pembunuhan aktivis
Munir, kasus penggusuran warga, jual-beli bayi, aborsi, dan seterusnya Di
bidang HAM masih banyak terjadi perlakuan diskriminasi antara si kaya dan si
miskin, hukum memihak kekuasaan, korupsi dan kolusi di pengadilan, dan
lain-lain. Demikian pula masalah kesenjangan sosial, busung lapar, pengangguran
dan kemiskinan. Realitas kehidupan di atas hendaknya menjadi bahan refleksi
bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Pada posisi ini, amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 dinilai belum transformatif. Konstitusi ini masih
bersifat parsial, lebih terfokus pada aspek restriktif negara dan aspek protektif
individu dalam hak asasi manusia. Tiga hal yang belum disentuh amandemen UUD
1945 adalah bagaimana cara rakyat menarik kedaulatannya, penegasan mengenai
supremasi otoritas sipil atas militer, serta penegasan dan penjaminan otonomi
khusus dalam konstitusi. Meski demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah
memuat begitu banyak pasal-pasal tentang pengakuan hak asasi manusia. Memang
UUD 1945 sebelum amandemen, boleh dikatakan sangat sedikit memuat
ketentuan-ketentuan tentang hal itu, sehingga menjadi bahan kritik, baik para
pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal-pasal
HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita harapkan akan lebih
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Pemerintah dan
DPR, juga telah mensahkan berbagai instrument HAM internasional, di samping
juga mensahkan undang-undang tentang HAM. Kecurigaan bahwa konsep HAM yang
diadaptasi oleh bangsa Indonesia selama ini dari Barat diantisipasi oleh
amandemen pada pasal Pasal 28J UUD 1945 yang mengatur adanya pembatasan HAM.
Karena itu, pemahaman terhadap Pasal 28J pada saat itu adalah pasal mengenai
pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan indvidualistis itu dan sekaligus
pasal mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi juga kewajiban
asasi. Dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak
asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar 1945 relatif sedikit, hanya 7 pasal,
yaitu Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31, dan 34. Sedangkan di dalam UUDS 1950 didapati
cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni dari Pasal 2 sampai dengan
Pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di
dalam Universal Declaration of Human Rights. Meskipun UUD 1945 tidak banyak
mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan
lahirnya sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 14 Tahun 1970 dan UU
Nomor 8 Tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM. UU Nomor 14
Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU Nomor 8 Tahun 1981 memuat
40 pasal. Lagi pula di dalam Pembukaan UUD 1945 didapati sebuah pernyataan yang
mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM. "Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan". Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang
menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara.
Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus
dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh negara. Karena itulah pasal 28I ayat
(4) UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan
HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Memang di dalam UUD 1945
ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang HAM relatif terbatas, tetapi hal ini
tidak akan menghambat penegakan HAM, karena sudah diperlengkapi dengan
undang-undang lain, seperti UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Hukum Acara Pidana
(KUHAP), UU Hak Asasi Manusia, dan UU Pengadilan HAM. Sekalipun demikian, telah
diusulkan juga untuk membuka kesempatan memasukkan pasal-pasal HAM ke dalam UUD
1945 melalui amandemen. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan dan tertuang
hingga amandemen ke 4 UUD 1945 yaitu:
Pasal 29 Ayat 2 , tentang jaminan dari pemerintah kepada
warga negara akan haknya memeluk agama. • Pasal 30 Ayat 1, tentang hak dan
kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan keamanan. • Pasal 31 Ayat 1,
tentang hak warga untuk mendapat pendidikan • Pasal 34 Ayat 2 “Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Berisi tentang hak warga negara Indonesia untuk mendapat jaminan sosial dari
negara. Sebenarnya secara spesifik amandemen UUD 1945 tentang HAM telah
tertuang dalam pasal 28 yang diajukan pada masa amandemen yang kedua 18 Agustus
2000 dengan menambahkan satu bab khusus, yaitu Bab X-A tentang Hak Asasi
Manusia mulai Pasal 28 A sampai dengan 28 J. Sebagian besar isi perubahan
tersebut mengatur hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya. Adapun hak asasi manusia yang ditetapkan dalam Bab X A UUD 1945 adalah
:
·
Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal
28 A) • Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (Pasal 28 B Ayat 1)
·
Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B Ayat 2)
·
Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasar (Pasal 28 C Ayat 1)
·
Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C Ayat 1)
·
Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif (Pasal 28 C Ayat 2)
·
Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum
yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D Ayat 1)
·
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D Ayat 3)
·
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
(Pasal 28 D Ayat 3)
·
Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D Ayat 4)
·
Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
·
Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E Ayat 1)
·
Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E Ayat 1)
·
Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E Ayat 1)
·
Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E Ayat 2)
·
Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
·
Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28
F)
·
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda (Pasal 28 G Ayat 1)
·
Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia
(Pasal 28 G Ayat 1)
·
Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G Ayat 2)
·
Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H Ayat 1)
·
Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat 1)
·
Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna
mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H Ayat 2)
·
Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H Ayat 3)
·
Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih
sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28 H Ayat 4)
·
Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
(retroaktif) (Pasal 28 I Ayat 1)
·
Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apa
pun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28 I
Ayat 2)
·
Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
(Pasal 28 I Ayat 3)
Sehubungan dengan substansi peraturan perundang-undangan,
maka ada dua hal yang harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan
perundang-undangan. Pertama; pengaturan yang membatasi HAM hanya dapat
dilakukan dengan undang-undang dan terbatas yang diperkenankan sesuai ketentuan
Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Karena itu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden
dan seterusnya pada tingkat bawah tidak dapat membatasi HAM. Kedua; substansi
peraturan perundang-undangan harus selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan HAM
yang ada dalam UUD 1945. Pelanggaran terhadap salah satu saja dari kedua aspek
tersebut dapat menjadi alasan bagi seseorang, badan hukum atau masyarakat hukum
adat untuk menyampaikan permohonan pengujian terhadap undang-undang tersebut
kepada Mahkamah Konstitusi dan jika bertentangan dengan UUD dapat saja
undang-undang tersebut sebahagian atau seluruh dinyatakan tidak berkekuatan
mengikat. Jadi mekanisme kontrol terhadap kekuasaan negara pembentuk
undang-undang dilakukan oleh rakyat melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan proses
yang demikian menjadikan UUD kita menjadi UUD yang hidup, dinamis dan memiliki
nilai praktikal yang mengawal perjalanan bangsa yang demokratis dan menghormati
HAM. Namun, penegakan HAM tidak akan terwujud hanya dengan mencantumkannya
dalam konstitusi. Semua pihak berkewajiban mengimplementasikannya dalam seluruh
aspek kehidupan. Kita menyadari penegakan HAM tidak seperti membalik telapak
tangan. Ia harus diawali dari level paling rendah, yaitu diri sendiri.
HAM berdasarkan deklarasi Internasional dan menurut UUD 1945
1. HAM Menurut UUD 1945 Pengertian HAM,
menurut UU 39/1999 tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Pemikiran-pemikiran yang mendasari
lahirnya UU ini, sebagaimana disebut pada bagian Umum Penjelasan Pasal demi
Pasal, adalah sebagai berikut:
a)
Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan
segala isinya.
b)
Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur,
kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin
kelanjutan hidupnya.
c)
Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat
manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa
hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat
mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus).
d)
Karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi
manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan
atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.
e)
Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan
dalam keadaan apapun.
f)
Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk
menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia
terdapat kewajiban dasar.
g)
Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi,
dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik
lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya
penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia.
Deklarasi Internasional HAM Senin, 3 November 2008 Enam puluh
tahun silam, di Kota San Fransisco AS, Carrare, delegasi dari Chili di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, “Dari reruntuhan kehancuran ….
Unhas, 3 November 2008 Enam puluh tahun silam, di Kota San Fransisco AS,
Carrare, delegasi dari Chili di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan,
“Dari reruntuhan kehancuran yang diakibatkan oleh Perang Dunia II, manusia kini
kembali bisa menyalakan api abadi peradaban, kebebasan, dan hukum..” Pernyataan
Carrare itu dikeluarkan menjelang penyusunan akhir naskah Deklarasi HAM
Universal 1948, sebuah naskah yang kelak disetujui wakil bangsa-bangsa yang
hadir dalam sidang PBB mengenai HAM. Komite HAM yang membawahi 17 wakil negara,
diketuai oleh Charles Malek dari Lebanon. 10 Desember kemudian ditetapkan
sebagai hari kelahiran Deklarasi HAM Universal Tahun 1948. Deklarasi tersebut
merupakan dokumen tertulis pertama tentang HAM yang diterima semua bangsa.
Karena itu, majelis umum PBB menyebut deklarasi HAM Universal 1948 sebagai
pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa. Disebut sebagai dokumen
tertulis pertama tentang HAM yang berlaku universal, karena, banyak dokumen
tertulis mengenai HAM lahir sebelum deklarasi ini, namun dokumen-dokumen tersebut
tidak pernah dimufakati oleh semua bangsa sebagai dokumen HAM yang bersifat
universal. Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Independent of
Human Righ dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi tersebut
dilatarbelakangi oleh usainya perang dunia II dan banyaknya negara-negara di
Asia dan Afrika merdeka dan bergabung dalam United Nation of Organization ( UNO
)atau Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ), yang tujuan awalnya adalah untuk
mencegah terjadinya perang dunia kembali. Deklarasi HAM PBB terdiri dari 30
pasal, antara lain sebagai berikut:
PASAL 1 Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan
setara dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal serta nurani dan harus
saling bergaul dalam semangat persaudaraan.
PASAL 2 Setiap orang berhak atas semua hak dan
kebebasan yang dicanangkan dalam Deklarasi, tanpa pembedaan apa pun, seperti
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau opini lain,
kewarganegaraan atau asal-usul sosial, kekayaan, keturunan atau status lainnya.
Selanjutnya, tidak boleh ada pembedaan orang berdasarkan status politik,
yurisdiksional, atau internasional yang dimiliki negara asalnya, yang
independen, yang berada dibawah pemerintahan perwalian, atau yang berada
dibawah pembatasan kedaulatan lainnya.
PASAL 3 Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keamanan pribadi.
PASAL 4 Tidak seorang pun boleh dibelenggu dalam perbudakan
atau perhambaan; perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus
dilarang.
PASAL 5 Tidak seorang pun boleh dikenai penganiayaan atau
perlakian atau hukuman yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
PASAL 6 Setiap orang berhak atas pengakuan yang sama sebagai
seorang manusia di muka hukum di manapun ia berada.
PASAL 7 Semua orang berkedudukan sejajar di muka hukum dan
berhak atas perlindungan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apa pun.
Semua orang berhak atas perlindungan yang sama dari segala diskriminasi yang
melanggar Deklarasi dan dari segala dorongan bagi diskriminasi semacam itu.
PASAL 8 Semua orang berhak atas ganti rugi yang efektif dari
sidang pengadilan nasional yang kompeten yang dijamin oleh konstitusi atau
hukum yang dikenakan pada tindakan-tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
PASAL 9 Tidak seorang pun boleh dikenai penagkapan,
penahanan, atau pengasingan yang sewenang-wenang.
PASAL 10 Setiap orang berhak atas persamaan yang sepenuhnya
akan pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh suatu majelis hakim yang independen
seta tidak memihak, dalam penetapan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya seta
dakwaan pidana apa pun terhadapnya.
PASAL 11 Setiap orang yang didakwa melakukan pelanggaran
pidana berhak untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut
hukum dalam suatu sidang pengadilan terbuka dimana ia memperoleh semua jaminan
yang diperlukan bagi pembelaan dirinya. Tak seorang pun dapat dianggap bersalah
melakukan suatu penggaran pidana berdasarkan duatu tindakan atau kelalaian yang
tidak tergolong pelanggaran pidana, menurut hukum nasional atau internasional,
pada saat ia melakukannya. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih berat
daripada hukuman yang dapat dijatuhkan pada saat pelanggaran pidana tersebut
dilakukan.
PASAL 12 Tidak seorangpun boleh dikenai intervensi
sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga, rumah atau korespondensinya, juga
serangan terhadap kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak atas
perlindungan hukum dari intervensi dan serangan semacam itu.
PASAL 13 Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan
bermukim dalam garis perbatasan masing-masing negara. Setiap orang berhak untuk
meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya, dan untuk kembali ke negaranya.
PASAL 14 Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati
suaka di negara-negara lain supaya luput dari penganiayaan.
PASAL 15 Setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan.
Tidak seorang pun boleh dirampas kewarganegaraannya secara sewenang-wenang
maupun diingkari haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.
PASAL 16 Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa pembatasan
apapun menurut ras, kewarganegaran atau agama, berhak untuk menikah dan
membentuk suatu keluarga. Mereka berhak atas hak-hak yang sama pada saat
pernikahan, selama pernikahan dan pada saat perceraian. Pernikahan hanya boleh
dilakukan dengan sukarela dan kesepakatan bulat dari kedua mempelai. Keluarga
merupakan suatu unit kelompok masyarkat yang alami dan mendasar, dan berhak
atas perlindungan dari masyarakat maupun Negara.
PASAL 17 Setiap orang berhak untuk memiliki kekayaan secara
pribadi maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas
kekayaannya secara sewenang-wenang.
PASAL 18 Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan, dan beragama ; hak ini meliputi kebebasan untuk mengubah agama
atau keyakinannya, serta kebebasan secara pribadi atau bersama-sama dengan
orang-orang lain dan secara terbuka atau pribadi, untuk menjalankan agama atau
keyakinannya dalam pengajaran, praktek, ibadah dan ketaatan.
PASAL 19 Setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan
berekspresi; hak ini meliputi kebebasan untuk memiliki opini tanpa intervensi
serta untuk mencari, menerima, dan mengungkapkan informasi serta gagasan
melalui media apapun dan tidak terikat garis perbatasan.
PASAL 20 Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berkumpul
dan berasosiasi secara tenang. Tak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki
suatu oraganisasi.
PASAL 21 Setiap orang berhak untuk ikut serta dalam
pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih
secara bebas. Setiap orang berhak atas akses yang sama pada pelayanan
pemerintah negaranya Kehendak rakyat harus menjadi dasar kewengan pemerintah ;
kehendak ini harus diekspresikan dalam pemilihan umum yang teratur dan
sungguh-sungguh yang diselenggarakan secara universal dan sama, serta harus
diselenggarakan lewat pemungutan suara secara rahasia atau lewat
prosedur-prosedur pemungutan suara yang sama bebasnya.
PASAL 22 Setiap orang sebagai anggota masyarkat, berhak atas
jaminan sosial, serta berhak atas realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
yang tidak dapat dicabut, demi martabatnya dan perkembangan kepribadiannya
secara bebas, melalui upaya nasional dan kerjasama internasional serta sesuai
dengan organisasi dan sumberdaya masing-masing Negara.
PASAL 23 Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan
pekerjaan secara bebas, atas kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan
serta atas perlindungan dari pengangguran. Setiap orang, tanpa diskriminasi apa
pun, berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang yang
bekerja berhak atas imbalan yang adil dan menguntungkan yang menjamin suatu
eksistensi yang layak bagi martabat manusia untuk dirinya sendiri dan
keluarganya, dan dilengkapi manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial
lainnya. Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat
buruh guna melindungi kepentingan-kepentingannya.
PASAL 24 Setiap orang berhak untuk beristirahat dan menikmati
waktu senggang, termasuk pembatasan jam kerja yang wajar serta liburan berkala
yang disertai upah.
PASAL 25 Setiap orang berhak atas suatu standar kehidupan
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya,
termasuk makanan, pakaian, rumah, dan perawatan kesehatan serta
pelayana-pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak atas keamanan pada masa
menganggur, sakit, tidak mampu bekerja, menjanda, lanjut usia, atau kekurangan
nafkah lainnya dalam keadaan-keadaan yang berada diluar kekuasaannya. Ibu dan
anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, yang lahir didalam
maupun diluar pernikahan, harus memperoleh jaminan sosial yang sama.
PASAL 26 Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan
harus bebas biaya, setidaknya pada tingkat dasar dan tingkat rendah. Pendidikan
dasar harus bersifat wajib. Pendidikan teknik dan profesi harus tersedia secara
umum dan pendidikan yang lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua
orang berdasarkan kemampuan. Pendidikan harus diarahkan bagi pengembangan
sepenuhnya kepribadian manusia dan bagi penguatan penghargaan terhadap hak
asasi manusia serta kebebasan-kebebasan yang mendasar. Ini harus mengembangkan
pengertian, toleransi serta persahabatan diantara semua bangsa, kelompok ras
atau agama, dan harus memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatran Bangsa-Bangsa
dalam pemeliharaan perdamaian. Para orang tua memiliki hak istimewa untuk
memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
PASAL 27 Setiap orang berhak untuk berpartisipasi secara
bebas dalam kehidupan budaya suatu masyarakat, menikmati kesenian dan ikut
serta dalam kemajuan ilmu dan manfaat-manfaatnya. Setiap orang berhak atas
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan material dan moral dari karya
ilmiah, kesusastraan atau kesenian yang ia ciptakan.
PASAL 28 Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial atau
tatanan internasional dimana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dicanangkan
dalam Deklarasi dapat direalisasikan sepenuhnya.
PASAL 29 Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat
yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh. Dalam
pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada
pembatasan yang ditentukan oleh hukum dengan maksud untuk menjamin pengakuan
dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang-orang lain, dan untuk memenuhi
syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta kesejahteraan umum
dalam suatu masyarakart yang demokratis. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini
sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan maksud-maksud dan
prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
PASAL 30 Tak sesuatu pun dalam Deklarasi yang boleh
ditafsirkan sebagai mengimplikasikan bagi suatu Negara, kelompok atau orang,
suatu hak untuk terlibat dalam kegiatan atau untuk menampilkan perbuatan yang
bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan apa pun yang dinyatakan
di sini.
Sumber:
http://aangdoank.blogspot.com/2013/02/ham-nenurut-uud1945.html
0 komentar:
Posting Komentar